Surat Permohonan, Bagi Batara Guru Yang Dewata.

Batara Guru,

Aku tidak menulis surat dengan arogansi kali ini. Aku tidak datang dengan tuntutan, pertanyaan, pun kecaman dan tuduhan. Aku menulis surat ini sebagai seorang manusia di bumi mu yang pertiwi. Penuh dengan rasa terimakasih, Kau telah memberikanku waktu untuk bercengkrama dengan ibu pertiwi milikMu yang sungguh pengasih dan romantis. Terimakasih. Dan maaf, untuk segala alpaku menjaga dan mengasihi ibu pertiwi.

Ya, Batara Guru.

Terlalu sering aku lupa mencintai Engkau dan Bumi Kita. Terlalu sering aku alpa untuk peduli pada apa yang ada dihadapku. Maaf. Sungguh, maaf. Tidak ada lagi yang dapat kuucapkan selain maaf, Batara Guru. Karena aku tidak punya pembelaan apapun atas kesalahanku, luputku, alpaku. Aku salah, dan hanya maaf yang dapat kuutarakan padamu.

Batara Guru,

Ingat dengan merahku? Merah yang pernah kukisahkan padamu, berulang-ulang? Merahku yang menggugatmu? Merahku menuntut untuk kulunasi, Batara Guru. Aku yang telah menyisipkan merah kedalam jiwaku. Aku harus bertanggung jawab dan melunasinya. Aku ingin melunasinya.

Merahku menuntut untuk Bumi yang damai. Bumi yang tidak menggunakan kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan permasalahan. Bumi dimana kebutuhan dasar setiap manusia terpenuhi. Bumi dimana prinsip, value, kebebasan dan cinta yang memerintah.

Batara Guru,

Bumi tidaklah sebesar telapak tanganku. Bagaimana mungkin sehelai serat kain yang penuh cacat hendak merubah seluruh hamparan kain? Aku tidak mampu, dan tak akan mampu tanpamu, Sang Pemilik kekuatan yang tak terbatas. Dan aku pun tak akan mampu, tanpa serat-serat kain yang lain, yang juga merindukan Bumi yang damai.

Aku telah menemukannya; serat kain yang lain, yang juga merindukan Bumi dan Engkau.

Aku telah menemukannya; rona merah yang sama, tersisip dalam jiwanya.

Aku telah menemukannya dan menggandeng tangannya. Memeluk jiwanya, mencintai merahnya.

Namun dua pasang kaki masih terlampau rapuh untuk melangkah menuju SemestaMu dan membayar lunas merah kami. Kami membutuhkan Engkau, dan kuasaMu yang tidak terbatas. Engkau sang muara cinta. Engkau sang pecinta sejati.

Batara Guru,

Kali ini aku datang dengan permohonan. Dengan kerendahan jiwa. Karena aku -kami- tak mampu untuk membayar merah kami tanpaMu. Maka tolong,

Terangi jalan kami.

Kuatkan kaki kami.

Tabahkan jiwa kami.

Ronakan merah kami.

Sisipkan cinta di setiap langkah kami.

Biarkan kami melangkah lebih jauh, lebih cepat, menuju SemestaMu. Membayar lunas, merah kami yang menggugat.